Teruskan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan pada hari Jumat (3/6) bahwa tidak akan ada pemenang dari invasi Rusia ke Ukraina sementara konflik itu memasuki hari ke-100 dan pasukan Moskow merangsek lebih dalam ke wilayah Donbas timur. "Perang ini telah dan tidak akan memiliki pemenang. Sebaliknya, kita telah menyaksikan selama 100 hari Dansekarang, giliran permainannya TTS Pintar Tidak ada perang dan kerusuhan. Bahasa permainan adalah bahasa Indonesia dan ada dalam banyak bahasa lainnya. Ini tidak begitu penting bagi kami, topik ini hanya dengan bahasa kami. Kunci Jawaban TTS Pintar Tidak ada perang dan kerusuhan: KepalaBadan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tolikara menggambarkan kerusuhan itu sebagai 'perang adat'. Pengamat Papua dari LIPI, Adriana Elisabeth menyebut, persoalan kecil seperti ini di Fast Money. Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 181840 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d850e045916b7ac • Your IP • Performance & security by Cloudflare - Kerusuhan Lampung 2012 adalah serangkaian kerusuhan yang terjadi di Lampung Selatan tanggal 27 Oktober hingga 29 Oktober 2012. Kerusuhan ini bermula dari program transmigrasi yang diadakan pemerintah, ketika warga asal Bali masuk ke Lampung dan ditempatkan di Lampung Selatan. Di Lampung Selatan, mereka kemudian mendirikan perkampungan Balinuraga, Baliagung, dan kemudian mencuat setelah dua gadis dari penduduk Desa Agom, Lampung Selatan, terjatuh dari motor yang kemudian dibantu oleh warga Desa Balinuraga. Ketika membantu, terjadi kesalahpahaman di antara keduanya. Warga Desa Balinuraga dianggap membantu korban sembari melakukan pelecehan. Akibatnya, terjadi bentrokan antara warga Desa Agom dengan Desa Balinuraga. Kejadian ini merusak ratusan rumah dan puluhan kendaraan bermotor. Baca juga Pertempuran Medan Area Latar Belakang, Konflik, dan Dampak Latar Belakang Kronologi terjadinya konflik tanggal 27 Oktober hingga 29 Oktober 2012 disebabkan kesalahpahaman. Saat itu, terdapat sekitar 10 pemuda dari Desa Balinuraga sedang bersepeda melintas di jalan menuju ke sebuah desa. Dari arah berlawanan, tanpa sengaja rombongan ini menyerempet pengendara motor yang sedang dinaiki oleh dua orang gadis. Kedua gadis ini adalah warga Desa Agom. Setelah kecelakaan terjadi, para pemuda berniat untuk menolong kedua gadis tersebut. Beijing ANTARA News - Kerusuhan di Xinjiang yang berawal 5 Juli 2009 yang telah memakan korban tewas paling tidak 184 orang dan ratusan lainnya luka-luka telah berkembang menjadi isu perang terhadap Islam. Xinjiang yang terletak di China baratlaut dengan mayoritas penduduknya adalah suku Uighur yang beragama Islam, memang memiliki hubungan sangat dekat dengan sejumlah negara-negara tetangganya yang mayoritas juga beragama Islam. Wilayah otonomi khusus itu memang memiliki perbatasan langsung dengan Pakistan, Tajikistan, Uzbekistan, Kirgystan, Kazakhstan, dan secara emosional memang merasa lebih dekat dengan penduduk di negara-negara itu dibanding dengan China. Tak pelak lagi sejumlah isu berkembang dikalangan masyarakat dunia bahwa kekerasan yang melanda Xinjiang adalah suatu bentuk pembantain massal terhadap suku Uighur, terhadap Islam yang dilakukan oleh pemerintah pusat China. Namun isu tersebut dibantah keras oleh pemerintah China yang menyebutkan bahwa tidak ada pembantaianan terhadap Islam, tidak ada pemusnahan terhadap suku minoritas Uighur yang selama ini telah menjadi bagian tak terpisahkan dari negara kesatuan China. Juru bicara Kementrian Luar Negeri China Qin Gang menegaskan bahwa kekerasan memakan ratusan korban tewas dan luka di Xinjiang bukan sengketa agama, khususnya Islam, atau pelanggaran hak asasi manusia, tapi tindakan pemisahan diri atau separatisme. "Kekerasan di Xinjiang bukan merupakan pelanggaran agama tertentu atau hak asasi manusia, tapi disebabkan oleh keinginan sejumlah pihak memisahkan diri dari China," kata Qin Gang dalam keterangan pers berkala di Beijing. Ditegaskannya bahwa China sangat menghormati agama Islam, yang dipeluk masyarakat Uighur, yang merupakan masyarakat besar di Xinjiang, dan menghormati keberadaan agama itu di wilayah Cina baratlaut tersebut. Qin Gang mengatakan pula bahwa tindakan keras pihak berwenang di kawasan itu terhadap pemberontak juga bukan merupakan bentuk pelanggaran hak asasi manusia, tapi semata ingin menegakkan hukum. "Kita tidak memberikan ruang terhadap gerakan pemisahan di Xinjiang. Sekali lagi, kekerasan itu bukan sengketa agama atau pelanggaran hak asasi manusia, tapi akibat pemberontakan pemisahan diri," katanya. Dia juga membantah keras bahwa pemerintah pusat China telah melakukan pembantaian massal di Xinjiang terkait dengan kekerasan di wilayah dengan sebagian besar penduduknya beragama Islam itu. "Tidak ada pembantaian di Xinjiang, juga tidak ada kekerasan terhadap umat beragama Islam di sana," kata Qin Gang. Menurut dia, China memiliki banyak suku bangsa dan semua memiliki hak dan kewajiban sama serta tidak ada perbedaan antara satu suku dengan suku lain. "Semua suku di China setara dan memiliki hak sama, sehingga tidak pernah ada perbedaan perlakuan atas suku di China," katanya. Dikatakannya pula bahwa pemerintah China sangat menghormati keberadaan suku Uighur, yang memeluk Islam, dan selama ini menghormati keberadaannya serta tidak berkeinginan melakukan pembantaian. "Tuduhan bahwa Cina melakukan pembantaian terkait dengan kemelut di Xinjiang adalah tidak berdasar. Masih banyak penduduk suku Uighur menetap di sana," katanya. Wakil Ketua Panitia Tetap Kongres Rakyat Nasional NPC China Ismail Tiliwaldi juga mengatakan bahwa tidak ada kekerasan atau perang terhadap Islam di Xinjiang. Dia yang seorang petinggi China dan berasal dari suku Uighur menegaskan bahwa pemerintah China tidak pernah ada maksud ingin mengilangkan Islam dari wilayahnya. "Pemerintah pusat tetap menghormati suku Uighur sebagai masyarakat China yang beragama Islam. Kami menghormati mereka untuk memeluknya Islam," katanya. China, katanya, bahkan memiliki hubungan baik dengan negara Islam atau negara berpenduduk sebagian besar beragama Islam dengan dasar saling hormat dan tidak campur tangan urusan dalam negeri. "Kami memiliki hubungan baik dengan negara Islam atau yang berpenduduk sebagian besar beragama Islam yang ada di dunia," kata Ismail Tiliwaldi. Dalam menjalin hubungan dengan negara tersebut, katanya, Cina memiliki prinsip menghormati kedaulatan masing-masing negara dan tidak ikut campur urusa dalam negeri negara lain bila terjadi masalah. "Kami memegang prinsip tidak campur tangan urusan dalam negeri negara lain," katanya tegas. Demikian pula sebaliknya, katanya, negara Islam dan yang berpenduduk sebagian besar beragama Islam hendaknya juga menghormati kedaulatan Cina dan tidak mencampuri urusan dalam negeri Cina, termasuk dalam yang saat ini terjadi di Xinjiang. Dicontohkannya, dengan Pakistan, yang memiliki perbatasan langsung dengan Xinjiang, hubungan diplomatik Cina dengan negara berpenduduk sebagia besar Muslim tersebut selama ini berjalan sangat baik. "Kedua negara itu selama ini menjalin hubungan baik dan sepakat tidak saling campur tangan. Kami sangat menghargai sikap pemerintah Pakistan," kata Tiliwaldi. Tidak butuh perantara Ismail Tiliwaldi menilai bahwa China tidak membutuhkan perantara atau bantuan dari negara berpenduduk sebagian besar Muslim untuk menyelesaikan masalah di Xinjiang. "China tidak membutuhkan bantuan atau perantara dari negara lain, termasuk negara berpenduduk sebagian besar Muslim untuk menyelesaikan masalah di Xinjiang," kata. Menurut dia, China juga tidak membutuhkan penengah atau negara ketiga untuk berunding dengan Rebiya Kadeer, pemimpin Kongres Uigur Dunia, yang bermarkas di Washington, untuk bersama-sama menyelesaikan masalah di Xinjiang. Kadeer, yang menghabiskan sekitar enam tahun di penjara di Cina sebelum dibebaskan di bawah tekanan Amerika Serikat pada 2005, memperkirakan bahwa orang lagi dipenjarakan. Menurut Tiliwaldi, China menganggap kerusuhan di Xinjiang, yang mengakibatkan ratusan warga tewas dan luka-luka, murni urusan dalam negeri Cina, sehingga keterlibatan pihak ketiga tidak dibutuhkan. "Masalah di Xinjiang murni urusan dalam negeri China dan kami akan menyelesaikan dengan ketentuan dan undang-undang," katanya. Tiliwaldi mengatakan bahwa dukungan sejumlah negara, khususnya yang berpenduduknya sebagian besar beragama Islam, tidak campur tangan dan mendukung pemisahan diri dari negara Cina sudah sangat membantu dan sangat dibutuhkan. "Kami menghargai sikap negara berpenduduk sebagian besar beragama Islam tidak campur tangan dalam masalah di Xinjiang. Sikap mereka sangat kami hargai dan hormati," katanya. Ia mengatakan, Kadeer berada di belakang peristiwa kerusuhan tersebut dan sejauh ini, tidak ada negara lain atau lembaga lain antarbangsa mendukung gerakan pemisahan diri dari Cina. Dikatakannya pula bahwa keadaan di Xinjiang berangsur-angsur pulih dan kegiatan ekonomi, sosial dan pembangunan mulai berjalan seperti semula, sekalipun kerusuhan menghambat beberapa kegiatan pembangunan dan ekonomi masyarakat setempat. Dubes RI untuk China Sudrajat mengatakan Indonesia tidak ingin dan pernah campur tangan dalam kerusuhan yang terjadi di Xinjiang sekalipun mayoritas penduduk di wilayah itu beragama Islam. "Apa yang terjadi di Xinjiang adalah urusan dalam negeri China dan kita menghormati kedaulatannya dan tidak akan campur tangan masalah itu," kata Dubes Sudrajat. Sudrajat berharap dan yakin China mampu mengatasi kerusuhan yang terjadi di Xinjiang itu dengan aturan dan hukum yang berlaku di China sehingga masalah itu bisa segera diselesaikan dan kehidupan sosial serta pembangunan berjalan normal. Ditegaskannya bahwa Indonesia sejak dahulu berprinsip untuk tidak mencampuri urusan dalam negeri China, baik itu masalah pemisahan diri yang terjadi di Xinjiang, di Tibet maupun Taiwan. "Kita konsisten untuk tidak ikut-ikutan maupun campur tangan dalam setiap masalah yang terjadi di China. Kita hormati China sebagai negara yang berdaulat," katanya. Demikian pula China, katas dubes, mereka tidak pernah campur tangan dan ikut-ikutan dalam masalah pemisahan diri yang terjadi di beberapa daerah di Indonesia. "Telah ada kesepakatan dari kedua negara bahwa kita sama-sama menghormati kedaulatan negara dan tidak campur tangan. Termasuk juga soal Xinjiang, kita tidak ingin campur tangan," tegas Sudrajat. Dalam setiap peristiwa separatisme di China, posisi Indonesia selalu mendukung kebijakan pemerintah China dalam menyelesaikan masalah dengan baik dan percaya akan bisa diselesaikan.*Oleh Oleh Ahmad WijayaEditor Kunto Wibisono COPYRIGHT © ANTARA 2009

tidak ada perang dan kerusuhan